Selama ini kita masih banyak menggunakan sistem motivasi eksternal yaitu dengan reward (hadiah) dan punishment (hukuman) agar anak-anak mau belajar. Memang, motivasi seperti ini lebih cepat diaplikasikan dan membuat anak mau menurut. Akan tetapi, ternyata sistem seperti ini memiliki efek ketergantungan jangka panjang, dan kurang baik dari segi emosional anak.
Mengapa?
Karena hal yang dibutuhkan anak untuk mau belajar sesungguhnya bukanlah hadiah-hadiah. Akan tetapi mereka memiliki kebutuhan untuk belajar dengan cinta, penghargaan, kebebasan, kenyamanan, dan cara yang menyenangkan. Dan untuk memenuhi kebutuhan ini, orangtualah yang pertama kali harus bisa menciptakan lingkungan rumah yang hangat dan layak belajar.
1. Belajar dengan cinta
Sebagai orangtua, kita harus bisa menciptakan kondisi dimana anak merasa dicintai, diterima, dan dimiliki oleh orangtuanya. Dalam hal-hal yang sederhana saja misalnya, dengan menyambut mereka di pintu saat mereka pulang sekolah, melibatkan mereka dalam kegiatan apa yang ingin mereka lakukan, mengajak mereka ngobrol dengan hangat saat mereka pulang sekolah sambil makan siang, dsb. Ketika anak-anak mengerti bahwa mereka diperhatikan, dicintai, diterima, dimiliki, maka akan dengan mudah mereka merasa nyaman di rumah.
2. Belajar dengan penghargaan
Terkadang kita lupa, bahwa penghargaan sesungguhnya yang dibutuhkan anak bukanlah hadiah atau piala, melainkan rasa dihargai itu sendiri. Anak-anak merasa dihargai saat mereka diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat mereka atau masukan-masukan dari mereka tentang rumah, perilaku, atau pelajaran. Mereka merasa dihargai saat kita memberikan lingkungan rumah yang kondusif, sesuai dengan gaya belajar anak. Mereka akan merasa dihargai ketika kita tidak hanya berkutat pada hasil akhir belajar, tapi pada proses ketika mereka berjuang dan belajar untuk dapat membuat kita bangga. Karena memang setiap anak memiliki passion dan kemampuan yang berbeda-beda, kita pun tidak bisa menuntut mereka untuk bisa selalu menjadi yang terbaik. Namun latih mereka untuk selalu melakukan yang terbaik dari apa yang mereka mampu usahakan.
3. Belajar dengan kebebasan
Apa yang umum terjadi adalah tidak ada atau kurangnya kebebasan anak dalam belajar. Mereka sering kali kita kekang dengan aturan dan keinginan kita, tanpa kita mau melihat bahwa sesungguhnya mereka ingin diberikan hak mereka untuk “bebas”. Di sekolah saja, anak-anak sudah harus mengikuti aturan ketat, yakni jam-jam pelajaran yang sudah ditentukan. Tentunya ketika mereka sampai di rumah, mereka ingin bebas menentukan “jam” mereka sendiri. Mereka ingin bebas memilih dimana mereka ingin belajar, dengan guru siapa yang mereka anggap lebih bisa memahamkan mereka, bebas menentukan posisi duduk, bebas menentukan pelajaran apa yang ingin lebih dulu mereka pelajari, dsb. Berikan mereka kebebasan, namun tanamkan pula pada mereka tanggungjawab.
4. Belajar dengan nyaman
Di sekolah, anak-anak tidak bisa bebas makan pada saat jam pelajaran. Tidak bisa, karena memang para guru membuat aturan demikian. Sesungguhnya lebih kepada karena guru tidak ingin ada murid yang mengacaukan kelasnya dengan suara mengunyah atau membuka bungkus, mengacaukan konsentrasi teman-temannya, dan mengacaukan konsentrasi guru saat mengajar. Tapi, rumah adalah sekolah yang harusnya menjadi paling nyaman bagi anak. Buang aturan-aturan tak masuk akal, dan buatlah lingkungan senyaman mungkin. Bila anak lebih suka belajar dengan duduk lesehan, sediakan bantal duduk yang empuk dan nyaman untuknya. Sediakan pula snack atau camilan dan air minum. Buka jendela lebar-lebar – bila memungkinkan – agar udara segar dapat masuk dan memberikan rasa fresh pada anak. Tak lupa, Anda bisa membuat aturan yang disepakati bersama soal belajar di rumah. Minta mereka memberikan masukan tentang apa yang ingin mereka miliki tentang aturan tersebut, agar mereka pun juga belajar bertanggungjawab atas aturan yang mereka buat sendiri.
5. Belajar dengan cara yang menyenangkan
Kebutuhan belajar dengan cara yang menyenangkan adalah kebutuhan yang terpenting dalam proses belajar anak. Bayangkan ketika anak kita paksa untuk belajar terlalu serius, dengan aturan yang ketat, tidak boleh tertawa, tidak boleh makan dan minum. Yang ada justru anak akan depresi, dan kemudian menolak untuk belajar secara defensif. Ajak anak-anak untuk belajar sambil bermain, seperti memainkan “Who Wants To Be a Millionaire” atau “Apa Ini Apa Itu” atau “Quiz Rangking 1” dsb. Jika perlu, adakan outbound atau PLK (pelajaran luar kelas) untuk memahami materi-materi tertentu sesuai dengan tema pelajaran yang sedang dibahas. Kegiatan belajar dengan metode bermain dapat memberikan anak inspirasi baru, kreativitas, dan dapat mengurangi stress mereka.
Setiap anak memiliki motivasi, tapi kebanyakan mereka tidak memiliki motivasi untuk belajar dan bertingkah laku sesuai dengan harapan orangtua. Jika kita ingin anak-anak belajar dan bertingkah laku sesuai dengan harapan kita, lebih dulu kita harus bisa memberikan apa-apa yang mereka butuhkan. Tidak hanya untuk membangun sebuah hubungan sosial-emosional yang kuat saja antara orangtua dan anak, tapi juga menumbuhkan rasa tanggungjawab dan keinginan yang kuat untuk mempelajari apa yang sudah diajarkan pada mereka.
Ayo, jadikan diri kita sebagai bagian dari “orangtua yang mendidik” !
Leave a Reply