Sahabat, seringkali kita menunda-nunda bersedekah lantaran merasa diri kita tidak kaya, tidak berlimpah harta. Sementara itu, logika sosial yang berkembang di masyarakat kita selama ini adalah bahwa yang namanya berderma itu selalu identik dengan harta dan orang yang berharta alias hartawan. Apalagi, bagi sebagian besar remaja yang tentunya belum mapan, belum memiliki penghasilan sendiri dan masih bergantung pada pemberian orangtua.
Padahal, bersedekah itu tak melulu dengan harta lho. Jadi, nggak harus nunggu jadi hartawan dulu buat bisa berderma dan bersedekah. Lha, kok bisa? Terus sedekah pakai apa, dong?
Nah, sebelum kita lanjutkan, ada satu kisah menarik yang patut kita ambil hikmahnya tentang kedermawanan seorang yang fakir.
Pernah mendengar kisah Ulbah bin Zaid? Kisah Ulbah bin Zaid ini terjadi ketika perang Tabuk, yakni sekitar tahun ke-9 Hijriah.
Ulbah bin Zaid adalah seorang fakir dari kalangan suku Anshor dari kabilah Aus. Saking fakirnya, Ulbah bin Zaid ini sampai kebingungan karena tidak memiliki apapun untuk dibawa ke medan perang, juga untuk disedekahkan sebagai perbekalan kaum Muslimin di medan perang.
Kala itu, sebelum berangkat berperang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan kepada kaum Muslimin untuk menginfakkan harta mereka di jalan Allah, untuk membantu perbekalan pasukan yang akan berangkat menuju medan perang. Di tahun itu, sesungguhnya musim paceklik sedang melanda kota Madinah. Perekonomian sedang sulit, lebih sulit lagi bagi fakir seperti Ulbah bin Zaid yang tidak bisa membeli perlengkapan perang.
Ulbah bin Zaid menyaksikan para sahabat dan kaum Muslimin membawa harta mereka ke hadapan Rasulullah. Ada yang membawa keseluruhan hartanya, ada yang membawa separuh hartanya, ada pula yang hanya mampu membawa satu mud kurma untuk diberikan. Ulbah bin Zaid dilanda kesedihan yang mendalam, betapa ia ingin ikut berderma, namun tidak ada sedikitpun harta dimilikinya.
Malam harinya, Ulbah pun shalat dan kemudian berdo’a. Ia mengadukan kegundahan hatinya kepada Allah, Dzat Yang Maha Menguasai dan Memiliki langit dan bumi beserta isinya. Dalam doanya, Ulbah menangis dan terus menerus mengulang doanya.
“Ya Allah, Engkau perintahkan kami untuk berjihad, Engkau perintahkan kami untuk berangkat ke Tabuk, sedangkan Engkau tidak memberikan aku sesuatu apapun untuk bekal berangkat berperang bersama NabiMu. Maka malam ini saksikanlah Ya Allah…sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap Muslim dari perlakuan zhalim mereka terhadap diriku, maka inilah kehormatanku aku infakkan di jalanMu. Jika ada seorang Muslim menghinakan dan merendahkan diriku, maka aku infakkan itu semua di jalanMu, Ya Allah. Tidak ada yang dapat aku infakkan sebagaimana orang lain telah berinfak, kalau sekiranya aku punya sebagaimana mereka punya akan aku infakkan untukMu, maka yang aku punya hanya kehormatan sebagai seorang Muslim, kalau Engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah kehormatan ini aku sedekahkan untukMu malam ini…”
Ketika subuh tiba, Ulbah pergi shalat berjama’ah bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia melupakan kegundahannya semalam dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Sungguh Allah tidak menyia-nyiakannya. Melalui perantaraan Jibril ‘alaihissalam, Allah mengabarkan perihal Ulbah ini kepada Nabi.
Maka selesai shalat, Nabi bertanya kepada para sahabatnya, “Siapakah di antara kalian yang tadi malam bersedekah? Silakan berdiri,”. Namun tidak ada seorang pun sahabat yang berdiri. Begitu juga Ulbah bin Zaid karena ia sendiri tidak merasa menyedekahkan apapun.
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekatinya dan berkata: “Bergembiralah, Wahai Ulbah. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya sedekahmu tadi malam telah ditetapkan sebagai sedekah yang diterima.”
Alangkah bahagianya Ulbah bin Zaid, doa yang dipanjatkannya semalam sebenarnya adalah satu-satunya upaya yang ia miliki lantaran ia adalah seorang fakir yang tidak punya harta. Sungguh, betapa bahagianya ia karena Allah mendengar rintihan dan jeritan hatinya. Semoga Allah merahmati Ulbah bin Zaid.
Nah, dari kisah Ulbah bin Zaid ini, kita bisa mengambil ibrah bahwasanya bersedekah atau berderma atau berbuat baik itu tidak harus selalu dengan harta. Kita bisa bersedekah dengan waktu, tenaga, dan pikiran kita.
Jika kita belum mampu bersedekah dengan harta, kita bisa menjadi manusia yang bermanfaat dengan cara yang lainnya. Contohnya?
Bagi remaja, kita bisa aktif dalam kegiatan sosial dan dakwah di kampung atau lingkungan sekitar. Misalnya, mengajar adik-adik yang masih kecil di TPA dengan ilmu dan kemampuan membaca Al-Qur’an yang kita miliki. Bisa juga ikut membantu kegiatan mengumpulkan dan membagikan zakat di kampung. Ikut mengumpulkan donasi dari teman-teman dan warga sekitar untuk membantu korban bencana alam. Dan lain sebagainya.
Jadi, tunggu apalagi?
Leave a Reply