Mengasuh dan mendidik anak adalah tugas dan tanggungjawab yang paling berat bagi para orangtua. Tapi, bukan tidak mungkin melakukannya. Yang terpenting adalah bahwa setiap orangtua itu sadar untuk mengilmuinya dan mau belajar untuk menjadi orangtua yang lebih baik lagi.
Nah, mari kita lihat ke sekeliling kita. Kalau kita membaca di koran atau melalui internet atau juga melihat di TV, betapa banyak kasus-kasus yang melibatkan anak-anak dan remaja. Contohnya :
- Maraknya kasus bullying bahkan membunuh di lingkup sekolah.
- Perilaku anak dan remaja yang tidak mencerminkan usianya.
- Ucapan kasar, umpatan-umpatan yang tidak lagi dianggap tabu.
- Pacaran yang “melebihi” pasangan suami istri.
Miris, bukan? Apalagi, di jaman media sosial seperti sekarang, pasti tau lah kasus-kasus yang sekarang ini sedang hot jadi pembicaraan dimana-mana. Dan makin heran ketika contoh yang tidak baik itu justru menjadi artis yang dipuja-puja oleh sebagian besar anak remaja. Makin geleng-geleng kepala lagi ketika dugem, minum alkohol, ciuman sembarangan di depan umum, berendam di jacuzzi bareng pacar, mengeluarkan umpatan-umpatan kotor, itu semua justru mendapatkan pembelaan dan menganggap itu hal biasa.
“Ya udah sih, namanya juga remaja…Kayak ngga pernah remaja aja…”
“I’m bad girl, tapi kan aku ngga pakai narkoba…”
“Aku tahu itu dosa, tapi ngapain ngurusin sih? Dosa juga aku yang nanggung…”
Duuh, makin puyeng deh kalau ngikutin berita kemana-mana juga.
Tapi, apa iya semua buruk? Apa ngga ada harapan buat anak-anak kita ke depannya?
In syaa Allah, masih ada harapan, Moms. Meski miris karena sebagian besar yang terekspos itu justru berita-berita yang buruk, tapi semoga itu bisa kita ambil ibrahnya agar kita bisa lebih baik dalam mendidik dan mengasuh anak-anak kita.
Ingat Musa, kan? Itu yang juara hafizh cilik di stasiun TV swasta. Atau pelajar-pelajar berprestasi yang menciptakan penemuan-penemuan inovatif di bidang teknologi dan sains, dll. Atau kisah pelajar yang memperjuangkan kejujuran, walaupun harus tidak lulus UAN 3X, keluar sekolah dan memilih jalur homeschooling karena nggak kuat melihat lingkungannya penuh ketidakjujuran.
Masih ada harapan, Bunda. In sya Allah masih banyak contoh-contoh baik yang bisa diikuti oleh anak-anak kita. Tinggal kita nih, orangtuanya.
Barangkali kita bertanya-tanya ya, kenapa sih kok anak-anak ini bisa beda banget? Apa yang bisa menyebabkan anak-anak itu berbeda?
Pertama, setiap anak itu unik. Udah bawaan lahir, tidak akan ada yang menyamai. Itu sudah jadi sunnatullah, bahwa setiap individu itu membawa dirinya masing-masing. Tapi keunikan ini bisa jadi baik atau bisa jadi buruk, tergantung bagaimana nanti orangtuanya dalam mengasuhnya.
Kedua, keluarganya. Bagaimana anak itu tumbuh dan berkembang dalam lingkup keluarganya, itu berpengaruh. Bagaimana orangtuanya memberikan asupan gizi, bagaimana orangtua mengasuhnya, mendidiknya, itu sangat berpengaruh. Intinya disini, pola asuh keluarga.
Ketiga, lingkungan di luar lingkup keluarga. Entah itu kerabat dekat, tetangga, sekolah, teman-teman sepermainan, ini juga berpengaruh. Disadari atau tidak, faktor lingkungan berkaitan erat dengan pembentukan karakter anak. Pola asuh keluarga dan lingkungan adalah dua faktor yang saling mendukung.
Nah, apa sih pola asuh itu?
Pola asuh adalah suatu cara atau sistem dalam menjaga, merawat, mendidik dan membimbing anak-anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya.
Setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Pasti ya. Nah, perasaan ini kemudian mendorong orangtua untuk memiliki perilaku tertentu dalam mengasuh anak-anak mereka. Inilah POLA ASUH.
Dan, pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak ini sifatnya relatif konsisten atau sama dari waktu ke waktu. Misalnya, kalau kita membangunkan anak shalat subuh, disadari atau tidak, caranya pasti hampir sama setiap saat. Ada yang membangunkan sambil menepuk-nepuk anak, ada yang bersuara keras, ada juga yang sambil menciumi anak agar bangun, dan lain sebagainya. Intinya, relatif sama.
Nah, pola perilaku ini dapat dirasakan anak dari segi negatif maupun segi positif. Kan ada yang memang pola asuhnya sudah baik, jadi yang dirasakan anak positif. Tapi ada juga yang keras, jadi penerimaan anak negatif.
Apa sih tujuan pola asuh itu?
Kita mengasuh anak untuk apa, Bunda? Pasti ada tujuannya kan? Semua ini juga relatif. Setiap orangtua punya goal atau tujuan yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya.
Tapi kalau dalam Islam, ada tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh setiap orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Apa saja kah itu?
- Aqidah yang kuat. Kita mengasuh dan mendidik anak untuk membentuk aqidah yang kuat pada anak. Makanya pendidikan yang pertama itu adalah pendidikan tauhid, dimana orangtua menanamkan tauhid atau aqidah yang benar sesuai Al Qur’an dan Sunnah kepada anak-anaknya. Mengajarkan lafadz “laa ilaaha illallaah” sebagai yang pertama kali dikenal anak. Mengajarkan bahwa Allah itu satu, tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Menanamkan keimanan, bahwa Allah Maha Melihat setiap yang anak lakukan sekecil apapun. Dan yang semisal dengan itu.
- Akhlak yang mulia. Pasti tidak ada orangtua yang menginginkan anaknya menjadi anak-anak yang berakhlak buruk, bukan? Setiap orangtua, masyarakat, mengharapkan anak-anak tumbuh dengan akhlak dan perilaku yang baik. Nah, salah satu tujuan pengasuhan yang penting juga adalah untuk membentuk anak-anak dengan karakter yang baik ini juga.
- Ibadah yang benar. Jangan lupakan bahwa kita diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepadaNya. Demikian juga ini kita tanamkan kepada anak-anak kita. Pola asuh kita juga bertujuan untuk mendidik anak-anak kita agar mampu beribadah kepada Allah dengan cara yang benar. Yang sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya.
Nah, berhasil atau tidaknya orangtua dalam mencapai goal-goal pengasuhan ini, tergantung bagaimana pola asuhnya terhadap anak-anak. Berhasil kah? Atau gagal kah? Kembali lagi semuanya kepada orangtua.
Siap belajar menjadi orangtua yang lebih baik?
Leave a Reply