PERCAYA ANAK ATAU GURUNYA ANAK?

Bunda, pernahkah Anda mendapatkan laporan yang berbeda dari putra-putri Anda dengan guru mereka di sekolah? Misalnya, guru anak Anda melaporkan bahwa hari itu anak Anda sangat sulit diatur dan membuat masalah di kelas. Bahkan anak Anda sampai melukai temannya, misalnya. Tapi, saat Anda mengkonfirmasinya dengan anak Anda, ia memberikan jawaban yang berbeda dengan laporan gurunya. Atau sebaliknya, anak Anda pulang dan melaporkan bahwa hari itu ibu gurunya di sekolah jahat sekali, sudah menjewer dan memarahinya. Atau bisa jadi si kecil pulang sekolah dengan membawa “oleh-oleh” berupa sikap atau kata-kata yang kurang baik, dan saat Anda menegurnya, ia menjawab bahwa ibu guru yang mengajarinya. Dan ketika Anda mengkonfirmasi ke pihak guru, sang ibu guru mengatakan hal yang berbeda dengan laporan anak Anda. Bagaimana Anda menyikapinya? Siapakah yang harus Anda percayai dalam masalah ini?

Dilemma juga lho. Di satu sisi, kita tidak ingin menjadi orangtua yang mencurigai anak, tapi di sisi lain kita bingung, masa iya sih guru anakku berbohong?

Nah, berikut ini adalah beberapa jawaban dari beberapa ibu yang saya rangkum dari facebook fan page Rumah Bunda beberapa waktu lalu. Simak jawaban mereka, yuk !

Aisyah As Shofiyah  :  Sebelum memutuskan siapa yang benar, kita lihat dulu bagaimana sikap si anak sehari-hari di rumah. Suka bikin gaduh kah? Atau anteng diam kalau di rumah? Kalau memang anaknya di rumah saja bikin gaduh, suka berbohong, maka kita nasehati ke anak & meminta anak untuk minta maaf ke temannya. Kalau anaknya diem anteng dan kita rasa anak kita baik, kita klarifikasi ke guru sekolahnya. Bagaimana kegiatan anak di sekolah. Kita juga bisa klarifikasi ke teman-temannya. Kalau yang salah itu guru, kita tegur dengan sopan. Kalau yang salah anak, kita klarifikasi ke anak, kita nasehati, dll. Dan tidak ada salahnya kita introspeksi diri. Anak yang biasanya di rumah atau di sekolah suka bikin gaduh, jahilin temannya, berbohong, itu bisa karena meniru tingkah kita. Kita kadang secara tidak sengaja berkata bohong atau juga kadang anak mendapat tekanan dari kita. Mungkin, takut kena marah ortu makanya anak bohong. Atau juga anak kurang perhatian dari ortu. Untuk itu perbaiki diri dulu, sering komunikasi dengan anak, beri anak perhatian agar bisa membuat anak untuk tidak berbohong lagi dan bikin ulah/gaduh di rumah atau sekolah. Nasehati anak dengan halus tanpa menekan si anak, maka anak akan luluh juga dan bersikap lebih baik lagi. 

Noerlaela Ummu Rahid  : Bismillah. Kalo saya sih pertama ya kenali anak kita dulu. Kesehariannya di rumah bagaimana, pernah/suka berbohong atau tidak. Kan kita yang merawat dan mendidiknya, pasti tau betul karakter anak kita. Kalau memang di rumah anak kita karakternya memang suka jahil, suka bikin masalah, sampai suka melukai saudaranya, berarti memang anak kita sedang berbohong. Meski begitu ya tetap diselidiki lagi kebenarannya lewat teman atau gurunya biar tidak asal tebak. Lalu sikap selanjutnya ya diusahakan jangan dimarahi, diajak ngobrol baik-baik saja, dan dinasehati secara halus. Jangan dikasih hukuman dulu karena biasanya anak berbohong karena kita biasa memberikan hukuman yang keras sehingga anak nekad berbohong untuk melindungi dirinya dari hukuman. Kemudian diajak untuk minta maaf ke guru dan teman-teman yang sudah diganggunya. Setelah itu, beri penghargaan dan komunikasikan terus kegiatannya setiap hari di sekolah sambil ditanya bagaimana sikap teman-temannya di sekolah sambil terus berikan pengarahan bagaimana anak kita harus bersikap, bagaimana sikapnya menghadapi teman-temannya dengan berbagai macam karakter sambil merubah pola didikan kita di rumah yang dikira masih kurang.  Seperti misalnya, sebelumnya terbiasa keras dan cuek jadi lebih halus & lebih perhatian. Tapi kalau misal sebaliknya,  anak di rumah terbiasa bersikap baik dan dikenal tidak pernah berbohong, ya coba diselidiki saja dengan seksama, dibicarakan di depan guru dan teman temannya. Atau kalau takut anak kita merasa malu, merasa dihakimi di depan teman-temannya, ya cari tau saja ke semua teman sekelasnya. Jadi bisa tahu sebenarnya yang berbohong untuk kemudian dicari solusi yang terbaik. Sikap kita tentunya harus tenang dan netral, jangan dulu terbawa emosi.

Lia Faturohman : Kita sebagai orang tua tentunya harus benar-benar mengetahui karakter anak dan karakter guru yang kita percaya untuk mendidik anak kita ketika ada di sekolah, yaitu dengan cara sering berkomunikasi atau sharing dengan guru yang bersangkutan masalah anak. Dari situ tentunya kita akan tahu sedikitnya tentang karakter guru tersebut. Jadi, jika terjadi masalah seperti itu, tentunya saya tidak akan langsung percaya kepada guru ataupun kepada anak 100%.  Karena bagi saya karakter seorang anak sangat susah ditebak. Pertama saya akan mencari kebenarannya dengan cara bertanya kepada anak, kedua kepada guru yang bersangkutan. Ketika jawabannya tidak sesuai dengan jawaban anak, tentunya saya akan mengambil kesimpulan dengan melihat karakter anak dan karakter sang guru.

SangDara Emak Ahya : Kondisional yah, di satu sisi, anak kecil itu fitrahnya jujur. Tapi kalau ada yang tidak sinkron antara anak dan guru, bisa ada 2 kemungkinan : salah satunya sengaja berbohong karena suatu alasan (takut, misalnya) atau ternyata ada salah paham dalam penyampaiannya. Jika misalnya nanti terjadi hal seperti itu, ucapan anak dan guru tidak sama, kita bisa tanya pada pihak ketiga yang kira-kira tahu. Sampai saat itu, jangan percaya pada 1 pihak dulu; tapi tetap berusaha menyelesaikan ‘masalah’ yang ada. Misalnya kalau kasus di atas anak bicara yang tidak baik, tetap diajari kalau itu tidak bagus.

Afaf Najihah : Jika terjadi masalah seperti itu pada anak saya, saya akan mengklarifikasi kedua belah pihak (anak dan guru), kemudian saya juga tanya ke teman-teman anak saya, mencari kesamaan berita dari tiga pihak itu kemudian dihubungkan dengan bukti (jika ada), kemudian saya ambil benang merahnya. Kemudian saya simpulkan permasalahan dan saya ambil keputusan yang paling bijak di antara semua pihak. Anak memang harus kita percayai karena dia adalah didikan kita jika dia benar, tapi guru juga adalah salah satu pihak lain yang kita percayai untuk mendidik anak kita. Kemudian saya akan ambil keputusan sebijak mungkin dan menyatakan solusi saya kepada anak dan gurunya secara proporsional. Insyaallah akan menjadi solusi bersih. 

Hamzah Arifin : Walaupun saya belum mempunyai anak usia sekolah namun jika menghadapi kasus seperti itu saya mencoba untuk tenang in sya Allaah. Tentunya orang yang pertama kita percayai adalah anak kita, Bagaimanapun dia darah kita dan dia hasil didikan kita dan kita telah mengenalnya sifat dan karakternya dari mulai lahir. Berbeda dengan gurunya di sekolah yang mungkin baru kita temui beberapa kali saja. Jika kita mendapat aduan seperti itu hendaknya kroscek ke anak kita, tentunya kita akan tahu anak kita jujur atau tidak akan tetapi jauh lebih bijak jika kita mengambil cara lain untuk mengetahui mana yang benar antara guru dan anak kita yaitu dari pihak ketiga. Kita cari info dari teman anak kita tentang peristiwa yang sesungguhnya terjadi, dan juga penilaian orang lain(siswa lain) terhadap guru dan anak kita. Tentunya dari situ kita bisa menarik kesimpulan. Tentunya lebih baik lagi kita tentukan konsekuensi bila anak tidak berkata jujur agar lain kali tidak terjadi cerita mengada-ada lagi. Namun jika ternyata gurulah yang bersalah, kita beri reward ke anak mungkin berupa pujian dan juga hikmah bahwa jika orang dewasa belum tentu semua perbuatannya benar. Dengan seperti itu anak mendapat kepercayaan diri dan akan berhati-hati dalam bersikap dan berkata. 

Hani Purwani : Perjelas dulu kronologis peristiwanya, cerita anak biasanya tidak berurut, lompat-lompat dan tidak lengkap, hanya dari sudut pandang anak, yang diceritakan yang menguntungkan dirinya. Cerita dari guru pun tidak bisa diterima mentah-mentah, bisa jadi guru tidak melihat peristiwanya dari awal lalu menyimpulkan bagian yang dia lihat saja. Misal guru melihat anak kita berbicara kasar pada temannya, lalu menyimpulkan anak kita tidak sopan padahal mungkin sebelumnya anak kita mendapat perlakuan buruk temannya lalu marah dan keluar kata-kata itu. Kalau kita hapal sifat anak kita, sebagai ortu bisa menyeleksi informasi dari gurunya. Dan kepada anak tetap mengingatkan untuk berperilaku baik di manapun.

 

* Dengan editan EYD

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.