KENALI MASA PEKA BELAJAR PADA ANAK

“Aduh, Irsyad gimana ya? Masa’ sudah mau SD tapi masih juga belum mau konsentrasi belajar? Kalau di sekolah, maunya cepat-cepat main di luar kelas. Kalau di rumah, buku latihan membaca ngga pernah mau disentuh. Diajak berhitung juga susahnya minta ampun. Sudah saya coba berbagai cara untuk menggugah semangat belajarnya, tapi nihil. Padahal sekarang SD makin sulit, harus tes pula untuk bisa masuk SD unggulan. Bagaimana ini?”

Bunda, apakah Anda pernah atau saat ini sedang menghadapi kebingungan yang sama dengan yang dialami oleh Bunda Irsyad ini? Dan sudahkah Anda menemukan solusinya?

Benar, banyak sekali dari kita, khususnya orangtua muda yang sering kali kebingungan dalam menghadapi anak untuk belajar. Tidak setiap anak menunjukkan minat atau ketertarikan atau keseriusan yang sama dalam belajar. Kita perlu tahu dan harus tahu bahwa setiap anak itu memiliki keunikannya masing-masing. Ada anak yang mudah sekali diarahkan untuk belajar. Ada anak yang butuh pemanasan terlebih dahulu, atau membutuhkan metode tertentu untuk bisa senang belajar. Ada pula anak yang sangat susah sekali untuk diajak belajar. Ya, itulah anak-anak. Dan kita sebagai orangtua amat sangat tidak disarankan untuk memaksakan belajar pada anak, atau memaksanya mengikuti kegiatan tertentu yang tidak disukai olehnya. Bahkan, sekalipun anak mau mengikuti “paksaan” kita, hasilnya sama sekali tidak optimal.

Dalam rentang usia 1-5 tahun, anak-anak akan melewati suatu masa dimana keingintahuan mereka menjadi sangat besar dan menggebu-gebu. Mereka ingin bisa melakukan dan ingin mempelajari apa yang dilakukan oleh “orang besar” (baca : orang dewasa) di sekitarnya. Apapun itu. Mereka melihat ayah bisa mengutak-atik radio atau komputer, maka mereka ingin bisa melakukannya juga. Mereka melihat ibu asyik membuat kue, mereka juga ingin membuat kue. Mereka melihat kakak bisa berjumpalitan di area bermain, mereka juga ingin bisa melakukannya lebih baik. Mereka sangat ingin tahu, ingin selalu mencoba, meski seringkali usia dan kemampuan mereka sebenarnya belum seimbang dengan keingintahuan itu.

Benda-benda di sekeliling mereka pun dapat membangkitkan keingintahuan mereka. Mainan-mainannya, buku-buku penuh gambar, jam yang bisa berputar dan berbunyi tik tik tik, alat elektronik ayah, perkakas pertukangan, alat-alat dapur bunda, alat belajar kakaknya, dsb. Bagi mereka, sangat ajaib bila ada benda yang bisa bergerak dan menimbulkan suara. Karena itu pulalah, tak heran bila pada masa ini anak-anak cenderung menjadi sangat bawel dan sering bertanya, apa? kenapa? bagaimana? Yang kita butuhkan adalah kesabaran dan jawaban cerdas. Betul?

Nah, masa ingin tahu ini disebut dengan masa peka belajar. Dimana sesungguhnya pada masa ini setiap informasi yang mereka dapatkan akan lebih mudah diserap, diingat, dan diaplikasikan. Mereka pun menjadi lebih ingin tahu lagi, dan cenderung untuk mudah mengikuti instruksi atau mengikuti apa yang kita ajarkan dengan senang hati tanpa perlu dipaksa.

Masa peka belajar ini membutuhkan tanggapan atau respon, terutama dari orangtua. Oleh karena itu, setiap orangtua harus benar-benar memperhatikan saat masa ini tiba, dan tidak melewatkannya begitu saja. Karena masa ini hanya datang satu kali saja di masa emas mereka. Dan sebelum itu, rangsangan atau stimulus pun juga sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya masa peka belajar ini datang.

Rangsangan atau stimulus ini bisa dimulai sedini mungkin. Dalam artikel How To Make Your Baby a Genius yang pernah saya ulas sebelumnya, sesungguhnya dalam perkembangan otak bayi dan balita, berlaku hukum “digunakan atau hilang”. Dan usia 0-4 tahun adalah periode emas (golden age) tumbuh kembang otak seorang anak. Dengan stimulasi optimal pada usia golden age akan mengembangkan kapasitas otak anak hingga 2x otak orang dewasa (sekitar 80%) hingga mereka berusia 8 tahun, dan perkembangan itu akan terus menyusut sampai 20% saat mereka berusia 18 tahun.

Merangsang atau menstimulasi anak belajar ini bukan berarti mereka tidak boleh bermain sama sekali, atau tidak boleh bereksplorasi. Justru seharusnya orangtua bisa menjadikan masa bermain mereka sebagai fasilitas untuk menunjang proses belajar mereka, tanpa mengurangi kesenangan mereka sebagai anak-anak. Kekeliruan yang seringkali terjadi adalah orangtua memasukkan anak ke sekolah dalam usia terlalu dini, dimana umumnya sekolah identik dengan pembatasan bermain atau belajar terlalu serius. Orangtua mengira bahwa dengan memasukkan anak sedini mungkin ke sekolah, akan membuat mereka pintar. Padahal, sesungguhnya, tidak selalu demikian. Sekolah yang benar-benar bisa menjeniuskan anak di masa golden age ini adalah rumah, atau ibu. Karena kita pun juga harus tahu bahwa setiap sekolah memiliki target dan metode sendiri-sendiri. Dan seringkali, pihak sekolah terpaku pada target atau hasil, sehingga memaksakan anak mengikuti target tersebut tanpa melihat kondisi dan kemampuan anak.

Padahal, di masa golden age, rangsangan atau stimulasi ini bertujuan untuk melejitkan kemampuan otak anak dalam menerima dan menyerap informasi, menyeimbangkan kinerja otak kiri dan kanan, serta menumbuhkan minat dan kesiapan belajar anak tanpa paksaan atau tekanan di kemudian hari. Namun, tentu saja, yang patut ditekankan disini adalah kita tidak boleh membebani anak dengan “keharusan” atau menjejali mereka dengan pelajaran-pelajaran yang berat dan memberatkan bagi mereka.

Kebanyakan, stimulasi pada masa golden age ini melibatkan kartu-kartu membaca atau alat peraga yang menarik, atau permainan-permainan seru, nada dan irama, serta suasana yang ceria dan mengasyikkan. Intinya, bukan memaksa anak, tapi membuatnya suka dan senang belajar.

Kekeliruan kedua adalah dengan membiarkan dan membebaskan anak bermain tanpa menjadikan masa bermain itu sebagai sarana untuk merangsang keinginan belajar anak. Sebagai contoh yang umum terjadi, orangtua beranggapan bahwa sebelum masuk TK, maka kehidupan anak seluruhnya adalah bermain dan bermain, tanpa peduli bahwa anak perlu diarahkan, perlu dirangsang, perlu diberikan stimulus. Orangtua mengabaikan kebutuhan anak untuk ingin tahu karena beranggapan bahwa belajar terlalu dini dapat mengganggu perkembangan tumbuh kembangnya. Well, Moms, bila belajar terlalu dini yang dimaksud adalah memasukkan anak ke sekolah dengan pemaksaan untuk belajar terlalu dini, itu seringkali benar. Tapi bila belajar dini yang kami maksudkan disini adalah dengan melatih dan merangsang anak dengan menggunakan metode bermain sehingga anak-anak menjadi enjoy belajar, bahkan mereka menjadi sangat antusias untuk “tahu” lebih banyak, maka itu artinya Anda telah memanfaatkan masa golden age anak Anda dengan baik. Dan kuncinya disini adalah Anda.

Umumnya, puncak masa peka belajar ini adalah pada usia 3-4 tahun. Bisa jadi lebih awal atau tepat, bila anak mendapatkan rangsangan dan stimulus yang tepat. Atau sebaliknya, bisa terlambat bila tidak ada rangsangan atau bahkan tidak ada respon ketika sesungguhnya masa ini tiba. Anak-anak yang mendapatkan respon dan stimulasi yang baik dan terarah pada masa peka belajar ini, maka insya Allah ia akan tumbuh menjadi anak yang cerdas secara intelektual dan emosi. Namun bila pada masa ini anak diabaikan atau tidak mendapatkan stimulasi yang mereka butuhkan, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang kecerdasan dan emosinya labil.

Yang tak kalah penting disini adalah bagaimana mematangkan kepribadian anak untuk membuatnya “siap belajar” secara serius. Ketika seorang ibu melihat bahwa “inilah masa peka belajar anakku”, maka dengan suka ria dan intensif ibu memanfaatkan masa peka itu untuk memasukkan ilmu dengan metode pembelajaran yang mengasyikkan. Kemudian, membantunya mematangkan diri untuk siap mental sebelum pergi ke sekolah. Orangtua perlu menanamkan kepercayaan diri, memberikan perhatian yang cukup, menumbuhkan rasa empati dan simpati atau kepekaan dan sikap kritis, menumbuhkan kepekaan sosial, melatih kedisiplinan dan tanggungjawab, dsb.

Jangan lupa untuk senantiasa menghindari pemaksaan dalam belajar. Namun, usahakan untuk menemukan metode terbaik dan yang paling cocok yang disukainya untuk mau belajar dengan enjoy. Kemudian, berikan motivasi baginya.

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.