MAMAKU TUKANG SEWOT!!

“Pokoknya aku nggak mau lagi baikan sama mama! Mama egois! Jahat! Nggak ngerti perasaan aku!” jerit Fania (15 tahun) pada mamanya sambil berlari masuk kamar dan membanting pintunya keras-keras. 

“Eeh, dasar anak bandel! Dikasih tau orangtua malah membantah! Salahmu kenapa kamu taruh sepatu sembarangan! Anak jorok! Pemalas! Sudah besar tapi nggak ada becus-becusnya ngurus diri sendiri!” Sang mama pun tak kalah heboh   berteriak memarahi putri sulungnya itu. 

Pertentangan antara orangtua dan anak remaja adalah hal yang umum terjadi. Biasanya, pertentangan ini terjadi antara ibu dengan anak gadisnya, atau ayah dengan putranya yang beranjak remaja. Padahal, kalau dipikir-pikir, kenapa harus ada gap antara orangtua dan remaja? Bukankah saat anak remaja, orangtua seharusnya bisa menjadi sahabat dan orang yang paling ia percayai?

Tidak jarang antara orangtua dan remaja ada yang sampai saling mendiamkan dalam waktu yang cukup lama. Si remaja beranggapan bahwa ibu atau ayahnya jahat, egois, suka marah-marah, dan tidak mengerti perasaannya. Sementara orangtua merasa bahwa anak remajanya sangat sulit diatur, suka membantah, dan malas. Whoaa…

Menjalin kekompakan antara orangtua dan remaja sebenarnya cukup mudah. Masing-masing harus dapat memainkan perannya dengan baik. Orangtua harus bisa dan mau menjadi sahabat anak remajanya, mau lebih banyak mendengarkan uneg-uneg atau alasan-alasan mereka dengan legowo, juga lebih menahan diri untuk tidak langsung sewot dan main semprot. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa orangtua juga memiliki masalahnya sendiri. Rasa lelah, banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, tuntutan terhadap anak untuk lebih mengerti capeknya orangtua dan kesadaran kemandirian mereka, dsb.

Umumnya ibu-ibu terutama, akan cenderung lebih emosional, karena mereka memiliki tekanan tersendiri yang harus dihadapi. Di rumah sepanjang hari dengan segundang pekerjaan yang tidak kunjung selesai, apalagi tanpa pembantu, pastilah lelah. Apalagi bagi ibu pekerja, pekerjaan kantor yang menyita waktu dan cuti yang sedikit, pasti menjemukan juga. Jika pulang ke rumah, tentunya ingin semua berjalan dengan harapannya. Pantas saja, jika anak remaja yang dianggap “sudah besar dan harus sudah bisa mandiri” itu membuat ulah, emosi ibu pasti akan langsung meledak.

Tidak jarang, bahkan ada ibu yang karena emosinya sampai membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain, atau menyalahkan watak anak yang “salah” karena menurun dari ayahnya. Tentu saja anak remaja akan semakin berang dan menabuh gendang peperangan dengan sang ibu. Ayah pun, yang disalahkan karena watak anak yang “salah” tadi, juga bisa ikutan berang. Dan masalah akan semakin ruwet jadinya.

Akur dengan si remaja, bukanlah hal yang sulit. Asalkan ibu dan anak mau belajar untuk sama-sama mengerti.

Orangtua boleh menetapkan aturan, tapi jangan lupa untuk selalu menyesuaikannya dengan kondisi anak, perkembangan zaman, dan sertai penjelasan rasional yang dapat diterima dengan pikiran terbuka dari si remaja tentang mengapa aturan tersebut harus ditetapkan. Berlakukan komunikasi 2 arah, dengan memberikan anak remaja kesempatan untuk berbagi pendapat dengan kita. Secara langsung, komunikasi 2 arah ini akan melatih anak-anak remaja menjadi seorang anak yang lebih bijaksana dan berpikiran terbuka. Hindari kata-kata yang mengandung ancaman dan kecaman, ganti dengan kata-kata himbauan yang mengarahkannya ke hal-hal yang positif. Dan jangan lupa, tersenyumlah saat mengajaknya bicara.

Misalnya, daripada menggunakan kalimat berikut : “Kalau kamu masih menyimpan sepatumu sembarangan, ibu akan potong uang jajanmu minggu ini!” gantilah dengan kalimat seperti “Nak, ibu akan sangat senang dan bangga jika kamu disiplin dalam menyimpan barang milikmu sendiri, dan kedisiplinanmu akan membuat ibu dengan senang hati membelikan barang-barang kesukaanmu”. Mudah, bukan? Anak remaja Anda tidak akan mau membuang kesempatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, dengan menghindari kesalahan. Apalagi masa remaja mereka adalah masa-masa senang mengoleksi suatu barang atau pernik tertentu. Hmm…

Ajarkan anak remaja untuk bangga pada kita, orangtuanya. Ada lho, anak remaja yang bahkan malu memiliki orang tua seperti orangtuanya. Bukan semata-mata masalah fisik, tapi sebenarnya  lebih kepada rasa persahabatan antara orangtua dan anak yang kurang.

Karena itu, jadilah sahabat untuk anak-anak kita. Bahkan meski posisi kita sebagai orangtua lebih unggul di mata Allah, tapi kita adalah manusia yang tidak luput dari kekurangan. Senantiasa ucapkan “tolong” saat memintanya membantu Anda, “maa” jika Anda melakukan kesalahan atau membuatnya merasa terluka, dan “terimakasih” saat ia melakukan hal-hal positif dan mau membantu Anda. Tidak perlu gengsi atau hilang pamor.

Umumnya, di masa remaja anak-anak cenderung lebih suka bersama dengan teman-temannya, lebih suka curhat dengan temannya, lebih suka ikutan tren dengan teman-temannya, wah…pokoknya teman is no 1, deh!

Padahal, kita sebagai orangtua adalah orang yang paling berhak dan seharusnya paling tahu tentang anak kita sendiri. So, kenapa tidak mencoba menahan diri untuk tidak main semprot dan gampang sewot untuk masalah-masalah kecil?

Yaa…memang terkadang kita tidak setiap saat bisa berpikir jernih dan santai. Tapi, itu semua bisa diubah. Karena pada dasarnya, orangtua dan anak sama-sama saling memiliki kebutuhan untuk dihargai, diperhatikan, didengarkan, dan dipercayai. Jika Anda ingin diperhatikan remaja Anda, maka perhatikanlah mereka terlebih dahulu. Jika Anda ingin remaja Anda mendengarkan mereka, dengarkanlah mereka terlebih dahulu. Jika Anda ingin remaja Anda mempercayai Anda, maka berikanlah mereka kepercayaan terlebih dahulu. Semua itu kembali kepada titik awal, bahwa kita sebagai orangtua haruslah bisa menjadi teladan dan memberikan contoh bagi anak-anak kita.

About bunda 426 Articles
Hai! Panggil saya Icha atau Bunda Fafa. Seorang perempuan biasa yang bangga menjadi istri dan ibu rumah tangga, dan ingin terus belajar untuk menjadi luar biasa dengan karya dan dedikasi. Saat ini saya berdomisili di Yogyakarta, bersama dengan suami saya tercinta, Mr. E, dan anak-anak kami, Fafa (2010) dan Faza (2014). Enjoy!

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.